AL QURAN SEBAGAI HUKUM ISLAM
Pembahasan
sumber-sumber Syariat Islam, termasuk masalah pokok (ushul) karena dari sumber-sumber itulah terpancar seluruh hukum/syariat
Islam. Oleh karenanya untuk menetapkan sumber syariat Islam harus berdasarkan
ketetapan yang qath’i (pasti) kebenarannya, bukan sesuatu yang bersifat dugaan
(dzanni).
Allah
SWT berfirman:
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ
عِلْمٌ
“(Dan) janganlah kamu
mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai ilmu tentangnya.”
(QS. Al-Israa:
36)
وَمَا يَتَّبِعُ أَكْثَرُهُمْ إِلاَّ
ظَنًّا إَنَّ الظَّنَّ لاَ يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا
“(Dan) kebanyakan mereka tidak mengikuti
kecuali persangkaan belaka. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikit pun
berguna untuk mencapai kebenaran.” (QS. Yunus: 36)
Masalah ini
termasuk masalah pokok (ushul), sebab
menjadi dasar bagi seorang Muslim untuk menarik keyakinan atas hukum-hukum
amaliahnya. Apabila landasan suatu hukum sudah salah, maka seluruh hukum-hukum
cabang yang dihasilkannya menjadi salah pula. Oleh sebab itu menetapkan sumber
syariat Islam tidak dapat dilakukan berdasarkan persangkaan ataupun dengan
dugaan belaka.
Berdasarkan
pengertian di atas maka yang memenuhi syarat untuk digunakan sebagai sumber
pengambilan dalil-dalil syar’i
adalah Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ Shahabat dan Qiyas (yang mempunyai persamaan illat syar’i).
Al-Qur’an
Definisi Al-Qur’an
Al-Qur’an
adalah kalam Allah yang diturunkan melalui perantaraan malaikat Jibril kepada
Rasulullah saw dengan menggunakan bahasa Arab disertai kebenaran agar dijadikan
hujjah (argumentasi) dalam hal
pengakuannya sebagai rasul dan agar dijadikan sebagai pedoman hukum bagi
seluruh ummat manusia, di samping merupakan amal ibadah bagi yang membacanya.
Al-Qur’an
diriwayatkan dengan cara tawatur (mutawatir) yang artinya diriwayatkan
oleh orang sangat banyak semenjak dari generasi shahabat ke generasinya
selanjutnya secara berjamaah. Jadi apa yang diriwayatkan oleh orang per orang
tidak dapat dikatakan sebagai Al-Qur’an. Orang-orang yang memusuhi Al-Qur’an
dan membenci Islam telah berkali-kali mencoba menggugat nilai keasliannya. Akan
tetapi realitas sejarah dan pembuktian ilmiah telah menolak segala bentuk
tuduhan yang mereka lontarkan. Al-Qur’an adalah kalamullah, bukan ciptaan manusia, bukan karangan Muhammad saw
ataupun saduran dari kitab-kitab sebelumnya. Al-Qur’an tetap menjadi mu’jizat sekaligus sebagai bukti keabadian
dan keabsahan risalah Islam sepanjang masa dan sebagai sumber segala sumber
hukum bagi setiap bentuk kehidupan manusia di dunia.
Kehujjahan Al-Qur’an
Al-Qur’an
merupakan hujjah bagi manusia, serta
hukum-hukum yang terkandung di dalamnya merupakan dasar hukum yang wajib
dipatuhi, karena Al-Qur’an merupakan kalam Al-Khaliq, yang diturunkannya dengan
jalan qath’i dan tidak dapat
diragukan lagi sedikit pun kepastiannya. Berbagai argumentasi telah menunjukkan
bahwa Al-Qur’an itu datang dari Allah dan ia merupakan mukjizat yang mampu
menundukkan manusia dan tidak mungkin mampu ditiru. Salah satu yang yang
menjadi kemusykilan manusia untuk menandingi Al-Qur’an adalah bahasanya, yaitu
bahasa Arab, yang tidak bisa ditandingi oleh para ahli syi’ir orang Arab atau siapa pun. Allah SWT berfirman:
قُل لَّئِنِ اجْتَمَعَتِ الإِنسُ
وَالْجِنُّ عَلَى أَن يَأْتُواْ بِمِثْلِ هَـذَا الْقُرْآنِ لاَ
يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا
“Katakanlah: Sesungguhnya apabila jin dan
manusia apabila berkumpul untuk membuat yang serupa dengan Al-Qur’an ini. Pasti
mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian
mereka menjadi pembantu bagi sekalian yang lain.” (QS. Al-Israa: 88)
فَإِن لَّمْ تَفْعَلُواْ وَلَن
تَفْعَلُواْ فَاتَّقُواْ النَّارَ الَّتِي وَقُودُهَا النَّاسُ
وَالْحِجَارَةُ أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ
“(Dan) apabila kamu
tetap dalam keraguan tentang Al-Qur’an yang kami wahyukan kepada hamba kami
(Muhammad), maka buatlah satu surat (saja) yang semisal Al-Qur’an, dan ajaklah
penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang benar.” (QS.
Al-Baqarah: 23)
Cukup
kiranya pernyataan Walid bin Mughirah, salah seorang Quraisy di masa Rasulullah
saw, seorang ahli syair yang tak tertandingi, yang menjadi musuh nabi pada
awalnya berkata:
“Sesungguhnya
di dalam Al-Qur’an itu terdapat sesuatu yang lezat, dan pula keindahannya,
apabila di bawah menyuburkan dan apabila di atas menghasilkan buah. Dan manusia
tidak akan mungkin mampu berucap seperti Al-Qur’an.”
Selain dari
bahasanya, isi Al-Qur’an sekaligus menjadi hujjah
atas kebenarannya. Misalnya perihal akan menangnya kaum Muslimin memasuki
Makkah dengan aman (QS. Al-Fath), juga tentang akan menangnya pasukan Romawi
atas Parsi (QS. Ar-Ruum) dan sebagainya. Selain isi Al-Qur’an menunjukkan
tentang kejadian sejarah terdahulu yang sesuai dengan fakta, atau kisah tentang
sebagian Iptek, misalnya penyerbukan oleh lebah, terkawinkannya bunga-bunga
oleh bantuan angin dan sebagainya. Yang pada akhirnya terbukti kebenarannya.
Semua itu menunjukkan bahwa Al-Qur’an memang bukan datang dari manusia
melainkan dari Allah SWT; Sang Pencipta dan Pengatur Alam Semesta. Karenanya
memang sudah menjadi kelayakan bahkan keharusan untuk menjadikan Al-Qur’an
sebagai landasan kehidupan dan hukum manusia. (Lihat juga pembuktian kesahihan
Al-Qur’an pada materi “Proses Keimanan”)
Al Muhkamat dan Al Mutasyabihat
Dalam
Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang dalam kategori muhkamat dan mutasyabihat
sebagaimana firman Allah SWT:
هُوَ الَّذِيَ أَنزَلَ عَلَيْكَ
الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُّحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ
وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ
“Dialah yang menurunkan Al Kitab
(Al-Qur’an) kepadamu, di antaranya (isinya) ada ayat-ayat muhkamat, itulah
pokok-pokok isi Al-Qur’an dan lainnya (ayat-ayat) Mutasyabihat.” (QS.
Ali Imran: 7)
Ayat muhkamat adalah ayat-ayat yang maksudnya dapat diketahui secara nyata dan tidak
dapat ditafsirkan lagi. Sedangkan ayat mutasyabihat adalah ayat yang mempunyai arti terselubung (tersembunyi) yang dapat
ditafsirkan karena mengandung beberapa pengertian.
Keberadaan
dan sifat Allah, terdapatnya surga dan neraka, kejadian hari kiamat, diutusnya
para rasul dan nabi, para malaikat dan tugas-tugasnya, kesemuanya dijelaskan
melalui ayat-ayat yang muhkamat. Termasuk dalam ayat-ayat muhkamat adalah haramnya riba dan zina dalam segala bentuknya, wajibnya hukum
potong tangan bagi pencuri (dengan syarat tertentu), wajibnya terikat dengan
hukum-hukum Allah dan sebagainya.
Sedangkan
ayat-ayat yang mutasyabihat banyak terdapat pada ayat yang berbicara tentang mu’amalah seperti QS.
Al Baqarah 228 (lafadz quru’ mempunyai dua arti, yaitu arti haid dan suci), dan QS. Al Baqarah 237
(lafadz yang memegang ikatan nikah ada dua pengertian, bisa suami atau wali
dari pihak istri).
Tafsir Al-Qur’an
Tafsir adalah
menerangkan maksud pada lafadz.
Misalnya firman Allah SWT ‘laa raiba
fiihi’ (tidak ada keraguan di dalamnya) dijelaskan dengan lafadz lain “laa syakka fiihi” (tidak ada kebimbangan di dalamnya). Tafsir
Al-Qur’an merupakan penjelasan makna kata demi kata dalam susunan kalimatnya
serta makna susunan kalimat sebagaimana adanya. Terkadang suatu ayat dijelaskan
oleh ayat lainnya (tafsir ayat bi al-ayat)
atau oleh hadits Rasulullah saw
tentang suatu ayat (tafsir bi as-sunnah),
atau penjelasan para shahabat dan ahli ilmu terhadap suatu ayat.
Penjelasan
kata-kata dan susunannya itu terbatas hanya dalam bahasa Arab, sama sekali
tidak boleh ditafsirkan dalam bahasa lain. Selain menurut kenyataannya
Al-Qur’an itu diturunkan dalam bahasa Arab yang paling baik dan murni, tidak
ada jalan lain dalam memahami Al-Qur’an melalui bahasa yang lain.
Dengan
demikian Al-Qur’an tidak bisa tidak hanya bisa ditafsirkan ke dalam bahasa
Al-Qur’an itu sendiri yaitu bahasa Arab.
Bertitik tolak
dari suatu keyakinan bahwasanya hidup ini tidak boleh diatur kecuali menurut
aturan Allah SWT, maka tidak ada alternatif lain bagi kita melainkan berusaha
semakimal mungkin memahami Al-Qur’an, menghayati dan mengkaji isinya
sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Qur’an itu sendiri.
وَكَذَلِكَ أَنزَلْنَاهُ حُكْمًا
عَرَبِيًّا
“(Dan)
Demikianlah Kami telah menurunkan Al-Qur’an itu sebagai peraturan yang
benar dalam bahasa Arab.” (QS. Ar-Ra’du: 37)
Sesungguhnya
kelalaian ummat dalam mengkaji dan menghayati isi kandungan Al-Qur’an menyebabkan
ketidakakraban dengan Al-Qur’an. Ini menunjukkan bahwa ummat sedang berjalan
menuju garis yang berada di luar jalur ketentuan Allah SWT.
Hendaknya
disadari bahwa melakukan kajian terhadap isi kandungan Al-Qur’an menuntut
persyaratan-persyaratan tertentu. Disamping menuntut keikhlasan dan kesucian
niat juga membutuhkan penguasaan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan pemahaman
Al-Qur’an. Apabila persyaratan itu tidak terpenuhi, maka dapat menimbulkan
pemahaman yang keliru dan merugikan. Walaupun begitu, terpenuhinya persyaratan
ini pun tidaklah mutlak menjamin kebenaran hasil suatu kajian, namun begitu
haruslah berusaha semaksimal mungkin untuk mendekati kebenaran yang dimaksud
Al-Qur’an.
Juga harus
disadari bahwa pengkajian dan pemahaman terhadap Al-Qur’an bukanlah menjadi
tujuan akhir. Ia hanya merupakan ‘jembatan’ untuk mengakrabkan diri dengan
Al-Qur’an. Sedangkan tujuan akhirnya adalah perwujudan dan penerapan
nilai-nilai Al-Qur’an dalam seluruh aspek kehidupan. Bila tidak demikian maka
apa yang kita lakukan tidak ubahnya dengan apa yang dilakukan oleh kaum
orientalis, yang memandang Al-Qur’an hanya dari segi ilmu, bukan untuk
diterapkan.
3:43 AM
|
Labels:
AGAMA ISLAM
|
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Pages
Powered by Blogger.
Labels
- AGAMA ISLAM (3)
- BAHASA INDONESIA (2)
- BAHASA INGGRIS (2)
- ILMU PENGETAHUAN ALAM (2)
- ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (3)
- TIK (1)

0 comments:
Post a Comment